Friday , March 29 2024
Beranda / Berita / Layaknya Di Bumi, Hujan Badai Aneh Terjadi Di Lapisan Matahari
deras.co.id
Badai matahari

Layaknya Di Bumi, Hujan Badai Aneh Terjadi Di Lapisan Matahari

Penelitian baru menunjukkan Matahari punya hujan layaknya di Bumi. Namun hujan di pusat Tata Surya ini bukan berupa air namun berupa plasma atau gas terionisasi yang sempurna.

Hasil studi fisikawan Universitas Katolik Amerika di Washington DC menunjukkan, temuan baru dari hujan Matahari. Peneliti mengendus hujan plasma terjadi di tempat yang tak terduga selama ini. Dengan temuan tak terduga itu, data menunjukkan hujan Matahari bisa turun dalam bentuk seperti kabut halus atau hujan deras.

Dikutip dari Sciencenews, Senin 28 Mei 2018, studi peneliti menunjukkan saat plasma panas bergerak ke bagian yang lebih dingin dari korona atau lapisan gas gas tipis di bagian luar Matahari, maka plasma mengembun dan jatuh ke permukaan Sang Surya. Pola ini mirip udara panas mengembun kemudian menjadi awan yang akhirnya membentuk tetes air yang menghujani Bumi.

“Fisika proses plasma itu secara harfiah sama (dengan hujan di Bumi)” jelas peneliti Universitas katolik Amerika, Emily Mason.

Studi sebelumnya yang dilakukan peneliti memang telah mendalami hujan Matahari. Tapi penelitian terdahulu itu fokus pada hujan di daerah Matahari yang terkait dengan flare atau lidah api Matahari. Mason menuturkan, ilmuwan sebelumnya meyakini hujan korona bisa terjadi di mana yang suhunya naik menuju ke suhu yang lebih rendah.

Studi lain yang dilakukan Goddard Space Flight Center NASA menunjukkan, aliran tinggi hujan Matahari bisa meregang sampai 6 jari-jari lingkaran Matahari di atas permukaan. Aliran hujan tinggi ini disebutkan bisa lebih panas dari basisnya dibanding ujungnya.

Lubang koronal raksasa di permukaan Matahari

Nah penelitian tim Universitas katolik Amerika menemukan, hujan namun bukan dalam aliran yang tinggi. Tapi justru aliran yang lebih pendek, yang membentang hanya sekitar 0,1 jari-jari lingkaran Matahari di atas permukaan. Selain itu, studi universitas itu menemukan hujan koronal berlangsung lebih pendek yakni 30 jam.

Temuan ini tergolong mengejutkan bagi peneliti. Sebab dengan aliran atau lompatan hujan yang lebih pendek seharusnya punya sedikit perbedaan suhu dari bawah ke atas dibanding dari aliran yang tinggi. Dengan anomali ini menjadikan pengendapan menjadi sulit.

Selain itu, bagi Mason, dengan lompatan hujan yang lebih pendek tak menghasilkan hujan yang benar-benar melebihi aliran tinggi. Lompatan hujan ini hanya menghasilkan gumpalan plasma di lingkaran tersebut kemungkinan lebih besar dan lebih mudah dilihat.

Untungnya, Mason dan timnya bisa menemukan banyak hujan redup di area aliran semu permukaan Matahari. Temuan ini mendukung gagasan dari tim Mason.

Sumber: viva.co.id

Baca Juga

deras.co.id

Satnarkoba Polres Sergai Ringkus Seorang Residivis Terduga Pengedar Sabu Di Silinda

DERAS.CO.ID – Sergai – Tim Opsnal Satnarkoba Polres Serdangbedagai (Sergai) berhasil meringkus seorang residivis berinisial …