Friday , March 29 2024
Beranda / Khazanah / Keteguhan Asiyah binti Muzahim Istri dari Fir’aun

Keteguhan Asiyah binti Muzahim Istri dari Fir’aun

Meskipun bersuamikan Firaun, Asiyah binti Muzahim tak terpengaruh dengan tabiat buruk suaminya yang mengaku sebagai Tuhan. Ia justru beriman kepada Allah SWT dan rela mati di tangan suaminya sendiri demi keyakinannya itu.

Kisah keimanan Asiyah binti Muzahim ini diabadikan dalam Alquran. “Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata, Ya Rabb-ku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam Firdaus, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (QS at-Tahrim [66]: 11).

Asiyah binti Muzahim termasuk sedikit di antara manusia yang namanya terukir dalam Alquran. Tidak hanya itu, ia pun juga termasuk satu di antara empat wanita terbaik di alam semesta, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baik wanita di semesta alam ada empat, yaitu Asiyah istri Firaun, Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad.” (HR Bukhari dan Tirmidzi).

Peristiwa lain yang diabadikan Allah adalah perjuangan Asiyah saat menemukan bayi Musa di sungai. Atas persetujuan Firaun, lantas Musa diangkat sebagai anak angkat di kerajaan itu. Asiyah sendiri pada waktu itu belum dikaruniai seorang anak pun sehingga besar keinginannya untuk mengadopsi Musa.

Padahal, kala itu Firaun telah memutuskan untuk membunuh semua bayi yang terlahir berjenis kelamin laki-laki. Konon, menurut ahli nujum, kekuasaan Firaun akan jatuh oleh seorang laki-laki yang lahir di zaman itu.

Dan berkatalah istri Firaun, (Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak, sedang mereka tiada menyadari.” (QS al-Qashshas [28]: 9).

Bujukan Asiyah untuk menggagalkan pembunuhan bayi Musa itu pun membawa hasil. Firaun mengabulkan permintaan istrinya. Sejak itu, hiduplah bayi Musa dalam lingkungan istana Firaun dan di bawah asuhan Asiyah binti Muzahim.

Singkat cerita, ketika bayi Musa telah tumbuh dewasa dan semua orang berbondong-bondong menyatakan pengakuan terhadap Firaun, Asiyah malah sebaliknya.

Ia terang-terangan menolak Firaun sebagai Tuhan. Betapa pun besar kecintaan dan kepatuhannya kepada suami, ia tidak bisa menerima pengakuan itu. Ia tetap memegang teguh keyakinannya bahwa Tuhan yang patut disembah adalah Allah SWT.

Sikapnya itu membuat Firaun marah. Asiyah terus-menerus mendapat tekanan agar meninggalkan keyakinannya itu.

Tetapi, usaha itu sia-sia. Meskipun hidup di bawah tekanan dan ancaman, ia tak takut sedikit pun untuk mempertahankan keyakinannya. Ia sabar menghadapi perilaku buruk suaminya dan hanya pasrah kepada Allah.

Asiyah tetap teguh mengikuti ajaran Musa AS walaupun nyawa sebagai taruhannya. Ketika Firaun masuk ke kamarnya setelah membakar keluarga Masyitah, Firaun berkata, “Kuharap kamu telah menyaksikan apa yang terjadi atas perempuan yang ingkar kepada Tuhannya yang agung, Firaun.

Dengan cepat Asiyah menyela, “Celaka engkau, hai Firaun dengan azab Allah.” Seketika perkataannya itu telah membuat Firaun marah besar.

Firaun segera memerintahkan para pengawal untuk mengikatnya di empat tiang kebun istana, kemudian para pengawal mengambil cambuk dan menderakan ke tubuh Asiyah.

Selain itu, Firaun memerintahkan untuk memperkeras siksaan itu. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Asiyah selain munajat kepada Allah SWT.

Akhirnya, Asiyah binti Muzahim rela kehilangan nyawa di tangan suaminya sendiri demi mempertahankan keimanannya kepada Allah SWT.

Sesungguhnya Allah SWT mengampuni beberapa kesalahan umatku yang disebabkan karena keliru, karena lupa, dan karena dipaksa (HR Ibnu Majah, Baihaqi, dan lain-lain)

INSPIRASI SANG IBU

Tampak seorang ibu tertawa dan berbicara kepada bayinya

 

Dari Abu Umamah ra berkata: Sesungguhnya telah datang seorang pemuda kepada Nabi SAW seraya berkata: “Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk berzina, maka para sahabatnya segera mencelanya “mah-mah” (kalimat cercaan).

Nabi SAW lalu berkata kepadanya: “Kemari, mendekatlah! Lalu (pemuda) itu mendekatinya dengan jarak yang sangat dekat, lalu duduk di samping beliau.

Nabi SAW kemudian bertanya: “Apa kamu suka menzinai ibumu? Dia menjawab: Tidak, demi Allah, Allah menjadikanku enggan padanya, tidak ada seorangpun kecuali tidak senang menzinai ibunya.

Lalu Nabi SAW berkata: Apakah kamu suka menzinai anakmu? Dia jawab: Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, Allah menjadikanku enggan padanya, tidak ada seorangpun kecuali tidak senang menzinai anaknya.

Lalu berkatalah (Nabi) : “Apa kamu suka menzinai saudara perempuanmu?” Dia jawab: “Tidak, demi Allah, Allah menjadikanku rasa enggan padanya, tidak ada seorangpun kecuali tidak senang menzinai saudara perempuannya.

Lalu Nabi SAW bertanya lagi: “Apakah kamu suka menzinai bibimu (saudara bapak)?” Dia jawab: “Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, Allah menjadikanku rasa enggan padanya, tidak ada seorangpun kecuali tidak senang menzinai bibinya.

Nabi SAW bertanya lagi : “Apakah kamu suka menzinai bibimu (saudara  ibu)?” Dia jawab: “Tidak, demi Allah, Allah menjadikanku rasa enggan padanya, dan tidak ada seorangpun kecuali tidak senang menzinai bibinya.

Nabi SAW lalu meletakkan tangannya di atas (kepalanya) lalu berdoa: “Ya Allah, ampuni dosanya, bersihkan hatinya, dan jagalah kemaluannya”. Maka, pemuda itu tidak menoleh lagi kepada sesuatu (tidak berminat zina lagi).” (HR. Ahmad)

Hadis tersebut menunjukkan kepada kita bagaimana kiat Rasulullah SAW menyentuh hati pemuda agar tidak berbuat maksiat (zina).

Dengan dialog penuh kasih sayang, beliau menjadikan ibu sebagai sumber inspirasi untuk berkomunikasi dan mempengaruhi mindset pemuda yang sudah dirasuki niat buruk untuk bermaksiat.

Ternyata inspirasi sang ibu dapat meluluhkan dan melembutkan hati pemuda sehingga ia mengurungkan niatnya. Jadi, inspirasi sang ibu terbukti dapat menjadi “terapi mujarab” untuk meredam rencana jahat seseorang.

Oleh karena itu, sekiranya setiap pelaku kejahatan, termasuk koruptor ditanya misalnya: “Apakah engkau suka mengorupsi harta ibumu?” maka kemungkinan besar, mereka akan menjawab “tidak”.

Pendekatan keibuan ini tidak hanya menyentuh ruang keinsafan seseorang, melainkan juga dapat membuatnya jujur dan mengikuti suara hati nuraninya.

Ibu adalah sumber kasih sayang yang melimpah luar biasa bagi sang anak. Sesuai dengan fitrahnya, tidak mungkin seorang anak berani melawan, mendurhakai, dan menyakiti hati  ibunya.

Memiliki seorang ibu sesungguhnya merupakan kebanggan, karena pada umumnya ibu sangat memperhatikan dan menyayangi anaknya.

Oleh sebab itu, seorang anak harus selalu bersyukur (berterima kasih) kepada Allah SWT dan kedua orang tuanya, khususnya ibu, yang telah mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, menyayangi, mendidik, dan mendewasakan sang anak.

Tidak selayaknya anak mengecewakan, menyakiti hati, apalagi mendurhakainya.  Dengan kata lain, seseorang yang berbuat jahat, maksiat, korupsi, dan sebagainya sejatinya sudah kehilangan inspirasi sang ibu.
   
Sedemikian pentingnya inspirasi sang ibu, sehingga Rasulullah SAW mengharuskan anak berbakti kepada ibu sebagai prioritas utamanya.

Diriwayatkan Abu Hurairah, ada seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW, lalu bertanya: “Siapakah manusia yang paling berhak aku perlakukan dengan baik (berbuat baik kepadanya)?

Rasulullah  menjawab: “Ibumu”. Orang itu bertanya lagi: “Lalu siapa?” Rasul menjawab: “Ibumu”. Orang itu bertanya lagi: “Lalu siapa?” Rasul menjawab: “Ibumu”. Orang itu masih bertanya lagi: “Lalu siapa lagi”. Rasul menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR. Muslim)

Islam memang sangat memuliakan orang tua, terutama ibu, karena jasanya yang takterkira dan tidak mungkin dapat dibalas dengan apapun. Karena itu, durhaka kepada salah satu atau kepada keduanya, lebih-lebih kepada sang ibu, merupakan dosa besar.

Karena itu, sebagai anak, kita harus berhati-hati agar jangan sampai kita menyakiti hati keduanya, misalnya dengan melakukan perbuatan tercela. Menyakiti hati ibu merupakan benih awal kedurhakaan anak kepadanya. 

Abu Bakrah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bertanya: “Maukah aku sampaikan kepada kalian mengenai dosa terbesar?” (Pertanyaan ini diulanginya tiga kali). Kami menjawab: “Ya, tentu, ya Rasulullah.

Beliau lalu menjawab: “Syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Saat itu beliau bertelekan  lalu duduk, kemudian berkata: “Ketahuilah, (yang ketiga) perkataan dusta; ketahuilah sumpah palsu.” Beliau terus mengulanginya sampai akhirnya kami menyatakan: “Alangkah baiknya beliau diam.” (HR. al-Bukhari).

Inspirasi sang ibu hendaknya menjadi renungan dan refleksi bagi kita semua agar kita selalu menjadikan sang ibu sebagai sumber motivasi dan cinta yang melimpah, sehingga kita memiliki etos fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan), bukan fastabiqul ma’ashi wal munkarat (berlomba-lomba dalam kemaksiatan dan kemunkaran).

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu(QS.Al-Baqarah:45)

PRIBADI YANG JUJUR

 Seorang anak membuat mural bertuliskan

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr HM Harry Mulya Zein

Belakangan ini hampir semua media massa menyuguhkan pemberitaan pejabat publik yang tersangkut dalam tindak pidana korupsi. Sesungguhnya tindakan korupsi  yang dilakukan oleh oknum itu berawal dari sikap dan prilaku hidup yang tidak jujur. 

Menurut AA Gym, “Bohong itu adalah penjara bagi diri manusia,” betapa tidak, kebohongan akan membuat kita selalu was was, karena takut kebohongan  kita diketahui, kita pun kembali berbohong untuk menutupi kebohongan kita itu.

Dan kebohongan baru yang baru saja kita reproduksi itu akan menjadi penjara baru. Demikianlah riwayat hidup orang yang hidupnya dipenuhi oleh dusta atau tidak jujur dalam bentuk apapun. Orang –orang yang tidak menjaga dirinya dari kedustaan dan ketidakjujuran tidak akan pernah tenang dan tawadu dalam hidupnya.

Rasulullah SAW bersabda; sebagaimana yang diriwayatkan Ahmad, “Tidak ada ahlak yang paling dibenci Rosulullah, lebih dari bohong. Apabila beliau melihat seseorang berbohong dari segi apa saja, maka orang itu tidak keluar dari perasaan hati Rasulullah sehingga beliau tahu bahwa orang itu telah bertobat.”

Dengan jujur sebenarnya kita merayakan kemerdekaan hidup dan mampu meraih kepercayaan dari orang lain. Menjadi pribadi al-amien. Pribadi yang terpercaya. Semakin kita tidak berdusta, semakin kita tidak terancam, dalam hal apapun. Orang-orang yang gelisah dan terkendalikan kepribadiannya adalah orang-orang yang senantiasa takut aib dan kebohongannya terbongkar.

Dan orang jujur tak pernah punya masalah dengan hal-hal yang demikian karena memang ia tidak sedang menyembunyikan sesuatu. Lebih baik tersisih karena jujur ketimbang diterima karena kita dusta yang itu menyebabkan sepanjang waktu hidup kita dalam situasi menegangkan. Saling mendelik penuh curiga.

“Orang yang suka berkata jujur akan mendapatkan tiga hal: kepercayaan, cinta, dan hormat,” kata Imam Ali suatu kali. Bersabdalah Rasulullah SAW, “Sesungguhnya orang yang paling sering mempercayai adalah yang paling berkata juju, dan orang yang paling ragu adalah yang paling sering berbohong.”

Kebohongan juga pertanda bahwa adalah pribadi yang lemah. Menurut cendekiawan Raymond Peach, berbohong merupakan alat pertahanan terbaik dari si lemah dan caranya yang terbaik untuk menghindari bahaya. Dalam banyak hal, dusta adalah reaksi atas kelemahan dan kegagalan.

Pribadi yang jujur menjadi jangkar bagi pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki kepribadian yang baik dan jujur tak lagi bekerja menurutkan kebutuhan nafkah, melainkan pengabdian kepada kemanusiaan.

Dan lebih dari semua itu, mereka yang bersemangat seperti ini memiliki segugus kebanggaan dengan kerjanya. Bahwa pekerjaannya memberi setitik harapan bagi terwujudnya kemaslahatan orang banyak, walau itu sebesar kerlipan kunang-kunang. Bila demikian adanya, pribadi yang jujurseperti ini memiliki rasa tanggung jawab yang mendalam bahwa apa yang dikerjakannya tak lain adalah tugas mulia untuk kemaslahatan manusia.

Tiada beriman kepadaku orang yang bermalam (tidur) dengan kenyang sementara tetangganya lapar padahal dia mengetahui hal itu. ((HR. Al Bazzaar))

BERDOA DENGAN RASA CINTA

Mencintai Allah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Toto Tasmara

Cinta adalah kekuatan batiniah yang merupakan fitrah esensial yang dianugerahkan Ilahi. Cinta adalah tema sentral di mana segala sesuatu berangkat dan berlabuh pada muara cinta. Apabila seluruh kehidupan dinisbatkan kepada cinta, niscaya damailah dunia.

Cinta atau di dalam bahasa Arab disebut dengan hubb adalah inti atau nucleus dari hubungan antara Abid dengan Ma’budnya. Dalam getaran cinta itu ada isy yaitu suasana keterpikatan dan kerinduan yang teramat sangat.

Asyik adalah kerinduan sang Perindu yang terus menerus mengharap Sang Ma’syuk (yang dirindukannya) dengan penuh keterpesonaan .

Ibarat kemegahan seorang Raja, mahkotanya adalah cinta yang berhiaskan mutiara keikhlasan, intan kesabaran, jamrud kerinduan. Raja yang tidak bermahkota, bagaikan penguasa tanpa wibawa.

Itulah sebabnya, bila seseorang mencintai Allah, akan tampak dari prilakunya yang ikhlas mengikuti jejak akhlaq Rasulullah SAW, sebagaimana Allah berfirman, “Katakanlah, jika engkau mencintai Allah , ikutilah aku, maka Allah akan mencintaimu, mengampunkan dosa-dosamu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.”  (3 : 31).

Rasa cintanya, telah menepis segala jalan kecuali jalan yang ditetapkan Ilahi yang disebut sirathal mustaqim, jalan yang di penghujungnya ada gerbang ridha Ilahi. Pintu yang akan menghantarkan hamba-Nya memasuki taman–taman surga.

Dalam cintanya itu, ada kedamaian (muthmainah). Rasa rindunya melahirkan kekuatan (al quwwah) yang membakar gairah untuk selalu berjuang (mujahadah) sehinga terbukalah jalan menuju perjumpaan batin dengan Sang Ilahi.

Ini juga disebut mukasyafah tersingkapnya jalan menuju penyaksian (musyahadah) sehingga ia tenggelam dalam khlawatnya dengan Dia Yang dirindukannya.

Karena ia yakin, ia akan kembali keharibaan-Nya dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya, sebagaimana firman-Nya. “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai. Maka masuklah kedalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.” ( 89 : 27- 30 ) .
 
Pada saat berdoa, pandangan batinnya begitu tajam sehingga merasakan kehadiran dirinya di hadapan Sang Ilahi. Ia merasakan, betapa Sang Kekasih menatap tajam pada lubuk hatinya. Inilah yang dimaksudkan dengan ihsan.

Rasulullah SAW bersabda, ”Beribadahlah seakan–akan engkau melihat Allah, dan bila tidak, rasakan bahwa Allah melihatmu.” Karena Allah SWT senantiasa menatap kalbu, maka jadikanlah setiap desah nafas kita adalah doa!

Siapa yang mengambil hak orang lain walau sejengkal tanah akan dikalungkan hingga tujuh petala bumi(HR Bukhori-Muslim)

 

 

Baca Juga

deras.co.id

QLR YPSA Membangun Karakter dan Menggali Potensi Diri

DERAS.CO.ID – Sebanyak 952 peserta ikuti pembukaan Quantum Leadership Ramadhan (QLR) XXIII Yayasan Pendidikan Shafiyyatul …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *