Thursday , March 28 2024
Beranda / Inspirasi / MUSIM KEMARAU VS MUSIM HUJAN
shafiyyatul.com

MUSIM KEMARAU VS MUSIM HUJAN

Saat itu cuaca di kotaku sangat cerah.Tetapi, meskipun cerah ada ganjalan di hatiku, dan ada pertanyaan : Kenapa tidak turun hujan aja sih? Berikut dengan serentetan keluhan, yang kenapa kok sepertinya mengacu kepada pemenuhan diriku saja ?
Bajuku pasti akan memiliki bau yang tidak sedap, begitupun mukaku akan kusam karena udara yang sumpek ini. Bagaimana nanti aku mau bertemu dengan handai taulan? Malulah aku… Sekejap muncul ide dan upaya untuk berusaha menjauhkan badan dan bajuku dari bau tidak sedap. Pakai parfum, pakai mobil agar tidak keringatan, minta pendapat orang lain mengenai penampilan & “konfirmasi” bau tidak sedap di tubuhku, dll, yang semuanya pokoknya mengacu kepada saya… saya….dan saya…..
Belum lagi karena udara cerah ini, pastilah akan sering dahaga tenggorokanku.
Persiapan membawa air putih agar jika di jalan nanti saya ngelak, begitu kata Orang Jawa bilang, kiranya boleh juga ya, tapi kok air putih ?
Hhmm… rasanya kok belum afdol ya kalau tidak yang dingin2 plus soda karbonasi ? Pastilah lebih sedap ketimbang hanya sebotol air putih, yang sudah sangat mudah ditemui dan rasanya biasa – biasa saja. Saya mau yang beda dan lebih menyegarkan.
Kan kalau yang berkarbornasi bisa nambah gaul juga ?
Kira – kira seperti itulah bekalku ketika kakiku akan meninggalkan rumahku…
Setelah di jalan, hhmm.. karena udara yang sangat panas ini, yang biasa AC kendaraan ini dingin, sekonyong – konyong menjadi tidak berasa dinginnya.
Masih dingin, tetapi kualitasnya jauh berkurang. Aku bergumam, ” kenapa pula ini ? Gara – gara udara pastinya, sekarang ACku menjadi seperti ini”. Sungguh tidak bersahabat cuaca hari ini !!
Mengeluh sepanjang hari.
Dan karena itulah, maka : Lupa untuk menyapa tetangga depan, kiri dan kanan yang padahal selalu menyapu halamannya setiap pagi, yang juga sebenarnya menunggu teguran dan sapaan.
Lupa akan begitu indahnya senyuman sang istri dan buah hati yang disertai lambaian tangan dan seruan “Hati – Hati ya di jalan… ”
Lupa juga kalau hidangan sedap yang telah aku santap di meja makan adalah hasil karya racikan bumbu – bumbu istriku.
Yaaa, lupa untuk menikmati segala KEINDAHAN di pagi hari itu.
Seiring berjalannya waktu…
Musim hujanpun tiba.
Gemuruh petir disertai kilat menyambar – nyambar.
Sang mentari kian tersipu malu terhalang awan hitam cumulonimbus.
Nyanyian burung pagi, terhalau oleh derasnya hujan yang jatuh di seng rumahku.
Pakaian yang siap untuk disetrika semakin hari semakin sedikit antriannya, tetapi justru menumpuk di jemuranku.
Menyertai ini semua, udara dinginpun menyelimuti tubuhku.
Menggigil sehabis mandi pagi, itulah yang aku rasakan.
Teh hangat manis semenjak musim yang baru datang ini, semakin cocok kiranya dihidangkan setiap pagi.
Semua ini menyusul kekuatiran akan bagaimana nanti di jalan ? apalagi 2 – 3 hari hujan tidak kunjung selesai.
Pastilah macet dimana – mana, stress melanda banyak orang, belum lagi kecemasan kalau – kalau kendaraan trouble di tengah jalan.
Sambil di jalan, otomatis teringat akan jemuranku yang pun belum kering juga.
Serba salah… ya serba salah…..
Mengeluh… ya mengeluh…..
Cerah salah… Hujanpun salah…
Lalu ?????
Apakah memang ini yang telah bersenyawa di banyak orang, terlebih sang penghuni metropolitan?
Sungguhlah berbahagia wahai mereka yang mampu bersyukur di tengah cuaca cerah maupun hujan ?
Yang mampu menikmati betapa indahnya segala yang ada yang telah disajikan olehNya
Sinar matahari yang menusuk,sangatlah baik bagi pertumbuhan tulang, apalagi si bayi yang sedang butuh – butuhnya asupan Vitamin D.
Udara panas yang senantiasa mengeringkan jemuran setiap hari, sehingga bisa ganti baju setiap hari bahkan 2 – 3 kali sehari.
Terik matahari yang terserap oleh klorofil – klorofil untuk wahai para tanaman untuk dapat bertumbuh dan beregenerasi.
Cuaca yang cerah yang mengantarkan wahai anak – anak untuk dapat bermain layangan sembari berteriak dan cemberut karena perkara menang dan kalah dalam beradu.
Dan…beragam aktivitas lain yang tentunya SUNGGUH MENYENANGKAN.
Memang sudah aturan alam, jika :
Ada panas, ada dingin.
Ada tinggi, ada pendek.
Ada baik, ada jahat
Ada hitam, ada putih
Ada terang, ada gelap.
Dst…
Maka begitulah hujanpun mengguyur setelah terik Sang Mentari beranjangsana setiap pagi, siang, sore di bulan – bulan musim kemarau.
Dingin menyambut, kabutpun hadir di sela – sela rintik – rintik hujan pagi hari.
Sang Jago agak malu meneriakkan yel – yel “kokopetok”nya, tetapi tetaplah ia konsisten membangunkan setiap orang untuk mau bangun pagi.
Di kala tidur malam, AC tidak perlu dinyalakan karena sejuknya udara.
Bahkan di kala banjirpun,
Setiap orang yang sebelumnya saling tidak tegur sapa dan begitu kental “sayaisme”nya, saat inilah setiap orang saling peduli, saling Bantu, gotong royong, bertoleransi, berperasaan sejajar dengan yang lain, dst…
Di setiap waktu dan tempat adalah suatu KEINDAHAN
Jika mampu BERSYUKUR atas segala yang telah diberikanNya
Dan senantiasa berpikir POSITIF atas apa yang terjadi, baik yang dalam kendali ataupun di luar kendali.
Kemarau ataupun Hujan ???
Semua SAMA.
Tidak ada yang lebih baik ataupun lebih buruk.
Semua adalah semata – mata berdasar atas sikap dan cara pandang kita sebagai INSAN
Masih MAU BERUBAH dan BERSYUKURKAH kita ?

Sumber : kisahmotivasihidup.blogspot.com

Baca Juga

deras.co.id

QLR YPSA Membangun Karakter dan Menggali Potensi Diri

DERAS.CO.ID – Sebanyak 952 peserta ikuti pembukaan Quantum Leadership Ramadhan (QLR) XXIII Yayasan Pendidikan Shafiyyatul …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *