Thursday , March 28 2024
Beranda / Edukasi / Semua Orang Kini Semakin Bebas Berpuisi

Semua Orang Kini Semakin Bebas Berpuisi

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekarang ini semakin banyak puisi yang ditampilkan di media sosial atau mikroblog di internet, terutama Twitter dan Facebook. Tak hanya merangsang munculnya bentuk baru genre puisi, fenomena sastra digital juga mendorong banyak orang dari berbagai kalangan untuk lebih leluasa menulis puisi.

Salah satu gejala menarik belakangan adalah munculnya puisi bergaya ”sonian” yang merujuk pada inisiatornya, yaitu penyair asal Bandung, Soni Farid Maulana. Menurut pengajar Sastra Indonesia dari Universitas Indonesia, Maman S Mahayana, Soni Farid Maulana sebagai pengkreasi sonian, sajak pendek dengan format suku kata 6-5-4-3, menggambarkan penyair yang berupaya untuk ”turun gunung”. Soni menyebarkan gagasan sonian lewat Facebook dan mengajak semua orang untuk berpuisi.

”Sastra itu semangatnya memberi kebaruan. Ini dilakukan oleh Soni. Lalu penyair, seperti Acep Zamzam, Joko Pinurbo, dan Kurniawan Junaedi itu juga berkomunikasi dengan masyarakat, mendorong semua orang untuk berpuisi. Bahkan Kurniawan itu membimbing betul hingga ke penerbitan,” kata Maman, di Jakarta, Minggu (22/2).

Puisi kini tidak lagi sakral sehingga para penyair sebaiknya lebih terbuka. ”Penyair jangan merasa tersaingi, kalau muncul penyair baru. Saya lihat, puisi di media sosial itu bagus-bagus lho, ujar Maman.

Seperti diwartakan, saat ini muncul lagi gairah bersastra melalui media sosial. Itu antara lain ditandai munculnya bentuk puisi sonian. Ada juga kelompok yang membuat puisi Haikuku, sajak pendek yang meniru haiku dari Jepang (Kompas, 21/2).

Harus diuji

Gairah serupa pernah muncul dua tahun lalu lewat cerita sangat mini di Twitter, yang dikelola akun @fiksimini. Kehadiran
fiksi mini saat itu disambut hangat, bahkan menghasilkan buku. Namun, kini gairah itu surut.

Menurut pengajar Sastra Indonesia dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Aprinus Salam, harus ada kesadaran di dunia nyata, jika akan mengembangkan satu inovasi dalam bersastra. Dunia maya belum bisa menjadi patokan sehingga harus diuji. ”Di kesadaran dunia maya, orang muncul tanpa kejelasan identitas, hampir tak ada norma. Di sisi lain, ada eksperimentasi, fasilitas audio visual lengkap, dengan reseptor (penerima) yang juga tidak diketahui identitasnya,” kata Aprinus.

Soni Farid Maulana berharap, sonian akan jauh lebih berkembang dan karya-karya jenis ini yang terkumpul nanti bisa diterbitkan. 

Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2015/02/24/23174571/Semua.Orang.Kini.Semakin.Bebas.Berpuisi

Baca Juga

deras.co.id

QLR YPSA Membangun Karakter dan Menggali Potensi Diri

DERAS.CO.ID – Sebanyak 952 peserta ikuti pembukaan Quantum Leadership Ramadhan (QLR) XXIII Yayasan Pendidikan Shafiyyatul …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *