Monday , September 16 2024
Beranda / Berita / 5 Alasan Hak Angket ‘Ahok-Gate’ Harus Diwujudkan
deras.co.id
Basuki Tjahaja Purnama Alias Ahok

5 Alasan Hak Angket ‘Ahok-Gate’ Harus Diwujudkan

Jakarta, Hak Angket terhadap pelantikan kembali Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta atau dikenal Ahok Gate terus bergulir. Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR RI Almuzzammil Yusuf, sebagian besar anggota DPR, khususnya para pengusung telah menganggap ada lima argumentasi yang membuat hak angket itu harus diwujudkan.

Pertama, kekuatan Hak Angket itu berdasarkan argumentasi bahwa baik didakwa Pasal 156a KUHP maupun Pasal 156 KUHP pengaktifan kembali saudara Basuki Tjahaya Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta diduga kuat bahwa Presiden telah melanggar UU No 23 Tahun 2014 Pasal 83 ayat 1,2 dan 3,” jelas Almuzzammil, di Jakarta, Rabu (15/2).

Kedua, terang Almuzzammil, kalau pun yang digunakan Jaksa adalah pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun, maka perbuatan Ahok masuk pada kategori “perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia”, sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Ali Mukartono yang dibacakan pada pada 20 Desember 2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Kutipan dakwaan Jaksa ini telah memenuhi maksud dari Pasal 83 Ayat 1 pada bagian terakhir yaitu perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI,” tegas wakil rakyat PKS dari Daerah Pemilihan Lampung ini.

Ketiga, kata Almuzzammil, pemberhentian sementara Ahok seharusnya tidak menunggu tuntutan Jaksa Penuntut Umum, tetapi cukup berdasarkan Nomor Register Perkara IDM 147/JKT.UT/12/2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sesuai dengan Pasal 83 Ayat 2, yang berbunyi, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.

Dasar SK pemberhentian Presiden terhadap Ahok adalah nomor register pengadilan bukan berdasarkan tuntutan yang dibacakan jaksa yang disampaikan oleh Mendagri. Jadi pemberhentian menunggu tuntutan tidak memiliki dasar hukum. Cenderung dipaksakan dan mengada-ngada,” jelas Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) DPP PKS ini.

Keempat, menurut Almuzzammil, kegiatan serah terima jabatan gubernur yang di dalamnya ada Serah Terima Laporan Nota Singkat Pelaksana Tugas dari Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono kepada Gubernur Petahana, Ahok, pada masa cuti, 11 Februari 2017 pukul 15.30 di Gedung Balai Kota DKI Jakarta, diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 70 serta Peraturan KPU No.12/2016.

Cuti para petahana itu dari tanggal 28 Oktober 2017 sampai 11 Februari 2017 Pukul 24.00. Pada saat serah terima itu tanggal 11 Februari pukul 15.30 masih masa cuti dan Ahok sedang cuti. Penyelenggaraan acara tersebut telah melanggar UU No. 10 Tahun 2016 Pasal 70 serta rinciannya pada Peraturan KPU No.12/2016,” tegasnya.

Kelima, terang Almuzzammil, argumentasi Hak Angket DPR ini mendapat dukungan dan legitimasi dari masyarakat dan para pakar hukum yang mempersoalkan pengaktifan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta yang merupakan terdakwa kasus penistaan agama.

Akhirnya, menurut Almuzzammil, Hak Angket ini tidak akan muncul jika Presiden memberhentikan sementara Ahok. ”Ini semua kembali kepada kebijaksanaan Presiden Jokowi. Seharusnya Presiden Jokowi lebih sensitif dan menyadari bahwa kasus Ahok adalah kasus yang sangat besar yaitu kasus penistaan terhadap Alquran, yang telah menyulut ketersinggungan dan kemarahan jutaan umat Islam sebagaimana sebagian diekspresikan pada Aksi Bela Islam 411 dan Aksi Bela Islam 212 yang gemanya dirasakan sampai saat ini,” desak Almuzzammil.

Sumber : jawapos.com

Baca Juga

Srikandi Brimob Competition 2024 Selesai, Berikut Daftar Para Juaranya

Memperingati Hari Jadi Polisi Wanita Ke-76 Tahun 2024, Polwan Korps Brimob Polri telah selesai menggelar …