Thursday , March 23 2023
Beranda / Featured / Sang Pejuang Pers Ani Idrus yang Kritisi Amerika namun Diapresiasi Google
deras.co.id

Sang Pejuang Pers Ani Idrus yang Kritisi Amerika namun Diapresiasi Google

IWO Medan – Sosok tokoh pers perempuan asal Sumatera Utara (Sumut), Ani Idrus hari ini ramai diberitakan media massa karena menjadi ikon google doodle.

Media massa mengulas sosok Ani yang sebagian informasinya bersumber dari laman wikipedia.com. Kebanyakkan berita berisi informasi karir Ani dan penghargaan yang diraihnya semasa hidup.  Siapakah sosok Ani Idrus dan apa perjuangannya di dunia pers hingga dia diapresiasi oleh google.com yang merupakan perusahaan muntinasional asal Amerika Serikat ?

Ani adalah wartawati kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat, 25 November 1918. Ani Idrus wafat di Medan, Sumatera Utara pada 9 Januari 1999 pada usia 80 tahun.

Ani Idrus mendirikan Harian Waspada bersama suaminya H. Mohamad Said pada tahun 1947. Dia juga mendirikan majalah Dunia Wanita pada 1949. Seorang saksi hidup, As Atmadi (65) menceritakan bagaimana perjuangan Ani Idrus dalam mengabdi di dunia pers. Ani dikenal memiliki sikap tegas saat menjalankan fungsinya sebagai pers.
“Sikap hidup beliau tegas, tidak neko-neko terutama dalam fungsi kontrol sosial terhadap penguasa,” ujar Atmadi di kantor Ikatan Wartawan Online (IWO) Kota Medan, Senin (25/11/2019).

Dia mengatakan, Ani selalu berada di pihak rakyat. Baginya rakyat tidak boleh tersakiti oleh kekuasaan.
“Bu Ani tidak mau berpolitik di dunia pers. Dia benar-benar independen dalam menjalankan fungsinya sebagai pers,” tambah As Atmadi, wartawan yang pernah mengabdi selama 30 tahun (1969 – 1999) di Harian Waspada.

Dia menceritakan, mulanya Ani bertugas sebagai sekretaris redaksi di Harian Waspada. Sedangkan sang suami, Mohamad Said merupakan pemimpin redaksi. Pasangan itu bersama-sama membangun Harian Waspada hingga pada zamannya, Harian Waspada jadi pionir surat kabar di Sumatera Utara.
Setelah Ani bercerai dengan Mohamad Said, Ani mengemban tugas sebagai pemimpin redaksi Harian Waspada.

Pemberitaan-pemberitaan yang diterbitkan Harian Waspada mencerminkan sikap Ani dalam menjalankan fungsi pers. “Yang sangat diingat adalah ketika Harian Waspada yang dipimpin Bu Ani memberitakan soal Perang Teluk yang melibatkan Amerika Serikat dan Irak,” ujarnya.

As Atmadi mengatakan, pada awal invasi Amerika Serikat terhadap Irak, hampir semua media massa yang ada Indonesia membuat pemberitaan yang berpihak kepada Amerika. “Bu Ani membuat sikap yang menjadi sorotan di nasional dan internasional. Ketika seluruh media di Indonesia memihak kepada Amerika Serikat. Ibu Ani Idrus membuat pemberitaan memihak kepada Irak berdasarkan kebenaran yang ada,” kata dia.

Pemberitaan di Harian Waspada itu ternyata disambut baik oleh rakyat Indonesia. Kala itu, oplah Harian Waspada naik hingga 3 kali lipat. “Setelah pemberitaan di Waspada, baru diikuti oleh surat kabar lain di Indonesia. Bu Ani mampu menggiring opini publik terhadap perang teluk yang diciptakan oleh Amerika dan kroninya. Dia membuka mata dunia. Jangan Irak dijadikan keegoisan Amerika yang pada waktu itu ingin menguasai minyak di Irak dengan melibatkan multi nasional,” terang Atmadi.

Sikap Ani terhadap Perang Teluk ternyata sempat ditentang oleh beberapa orang di redaksi Waspada. Namun dalam rapat redaksi, Ani menjelaskan pandangannya terhadap Perang Teluk hingga mendapat dukungan dari redaksi.

Sikap Ani mengkritisi Amerika yang menginvasi Irak sangat kontras dengan apresiasi yang diberikan oleh Goolge, perusahaan multinasional asal Amerika Serikat. “Apresiasi dari google membuktikan Amerika adalah negara demokratis. Harian Waspada dibawah pimpinan Ani Idurs mengkritiksi kebijakan Amerika tapi malah justru dia mendapat apresiasi dari google,” terangnya.

As Atmadi mengatakan bahwa Ani merupakan sosok yang visioner dalam dunia pers.
Ketika era komputerisasi masuk ke Indonesia, Ani Idrus menekankan kepada redaksi agar menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Walaupun pada saat itu, Harian Waspada harus mengorbankan waktu terbitnya koran yang semula terbit sekira pukul 04.00 WIB menjadi pukul 09.00 WIB.
“Saat penyesuaian ke komputerisasi, Waspada mengorbankan waktu terbitnya. Namun itu hanya berlangsung selama tiga hari. Semua wartawan dilatih di tempat kursus komputer. Itu menjadikan Waspada menjadi surat kabar yang pertama menggunakan sistem komputerisasi di Sumut,” terang Atmadi.

Saat orde baru, Ani juga mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan (STIKP). Di sekolah tinggi itu, ada 2 jurusan, yakni jurnalistik dan kehumasan. Dalam membangun sekolah tinggi itu mendapat pertentangan, karena sebagian pihak pesimis terhadap masa depan pers di Indonesia pada zaman orde baru.
“Di massa depan, pers harus merdeka,” kata Atmadi menirukan ucapan Ani Idrus.

Saat orde baru, Harian Waspada acap kali mengkritisi pemerintah. Intervensi dari penguasa sudah hal yang biasa. Bahkan Atmadi sampai kena batunya. “Saya beberapa kali ditunjuk untuk mewakili Waspada terkait pemberitaan yang dikecam aparat. Kerah baju saya sampai diangkat dan saya nyaris dibanting. Kalau itu sudah hal yang biasa,” sambungnya.

Ani Idrus paling benci perokok yang membuang puntung rokoknya sembarangan di kantor. “Dia sangat marah kalau ada puntung rokok yang dibuang sembarangan. seperti pecah sebuah negeri. Bu Ani juga jago masak. Masakannya enak, terutama rendang jengkol. Dia sering mengajak teman-teman wartawan makan di rumah,” kata Atmadi mengenang massa lalu.

Ketangguhan Ani sebagai tokoh pers perempuan juga terlihat saat menyikapi terbakarnya kantor Harian Waspada.
Kala itu banyak pihak yang pesimis Waspada akan segera beroperasi seperti biasanya. Bahkan di beberapa surat kabar ada yang memberitakan Waspada akan kembali terbit dalam waktu yang lama.

“Ibu Ani pada waktu itu tidak mau kalah dengan keadaan. Kantor redaksi dibawa ke rumahnya. Didirikannya tenda yang dipinjam dari TNI, redaksi kerja di situ. Koran Harian Waspada cetak di Harian Mimbar Umum. Tapi saat itu, koran jadi hitam putih dan 8 halaman, awalnya 16 halaman,” cerita Atmadi.

Pada edisi khusus yang terbit satu hari setelah kantor Waspada terbakar. Pemberitaan menceritakan kronologi terbakarnya Waspada. “Setelah kebakaran, besoknya tetap terbit. Tapi ada satu wartawan yang mengira Waspada tidak akan terbit dalam waktu singkat. Wartawan itu pulang kampung, namun kembali lagi setelah tahu Waspada tetap terbit. Dia menemui Bu Ani lalu minta maaf,” kata dia.

Atmadi mendeskripsikan suasana saat kantor redaksi sementara pindah ke halaman rumah keluarga Ani Idrus.
Tenda dan payung didirikan di depan, samping dan belakang halaman rumah. Sedangkan beberapa ruangan di dalam rumah dibuat untuk ruang kasir dan pemasaran.
“Ya kantor redaksinya di tempat terbuka, beratapkan tenda. Saat malam dingin, tak perlu pakai ac. Kalau hujan agak becek-becek sedikit,” ujar Atmadi sembari tertawa kecil.

Ada hal yang membuat dosen Universitas Sumatera Utara (USU) ini terenyuh dengan sikap Ani Idrus.
Kala kantor Harian Waspada terbakar, Ani tetap memperjuangkan hak-hak wartawan yang mengabdi.
“Walaupun kantor terbakar, tapi Bu Ani tidak mau mata pencaharian wartawan hilang. Di saat-saat genting itu malah gaji karyawan di Waspada naik. Saat itu Bu Ani menunjukkan sikapnya dalam menghargai wartawan,” terang Atmadi.

Kondisi redaksi yang dipindah sementara di halaman rumah keluarga Ani berlangsung selama 3 tahun sebelum akhirnya kantor Harian Waspada kembali dibangun setelah mendapat dana asuransi.

Atmadi yang merupakan murid dari Mohamad Said itu menceritakan Ani Idrus sempat menjalani perawatan beberapa kali di rumah sakit sebelum akhir khayatnya.
Ani Idrus meninggalkan 6 orang anak dari suaminya Mohamad Said. Anak-anak dari Ani dan Said saat ini yang menjalankan Harian Waspada.

“Bu Ani meninggal setelah pak Said meninggal dunia lebih dulu. Mereka berdua sangat dihormati. Nama mereka dikenang dan dijadikan nama jalan di kota Medan. Jalan Durian menjadi Jalan H Mohammad Said, Jalan Pandu menjadi Jalan Hj Ani Idrus,” tukas As Atmadi. Tak berselang lama, di tahun yang sama Atmadi pun pensiun dari Harian Waspada.

Baca Juga

Panen Raya Projek II SMP Shafiyyatul Amaliyyah Tingkatkan Kewirausahaan Pelajar

Dengan mengambil tema Kewirausahaan dengan judul ” Cuan Di Lahan Sempit”, SMP Shafiyyatul Amaliyyah mengundang …