Thursday , March 28 2024
Beranda / Featured / Terendus ‘Cawe-cawe’ dalam Kasus Sambo, IWO Sumut Minta Pecat dan Periksa Anggota Dewan Pers

Terendus ‘Cawe-cawe’ dalam Kasus Sambo, IWO Sumut Minta Pecat dan Periksa Anggota Dewan Pers

DERAS.CO.ID – Jakarta, Penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J oleh Irsus dan Timsus akhirnya membuka tabir fakta. 5 tersangka termasuk eks Kadiv Propam Ferdy Sambo kini terancam hukuman mati, setelah polisi menjerat mereka dengan pasal berlapis.

Namun di balik itu, turut pula mencuat isu suap yang dilakukan orang-orang tersangka Ferdy Sambo ke berbagai pihak, agar skenario rekayasa yang dimainkannya berjalan mulus.

Selain menerpa DPR RI dan LPSK, patut pula diduga suap itu menyasar ke Dewan Pers yang sebelumnya sempat menerima kedatangan penasihat hukum dari Putri Cadrawathi, istri Ferdy Sambo yang kini juga menyandang status tersangka.

Belakangan, di tengah masifnya pemberitaan soal pembunuhan Brigadir J, suasana diawal kasus itu sempat mendadak kisruh saat terdengar suara dari Dewan Pers berupaya ‘menyetir’ media dengan cara meminta wartawan hanya mengutip sumber resmi kepolisian.

Jelas tak hanya menciderai kemerdekaan pers untuk menyajikan informasi yang obyektif, berimbang, independen dari sumber kompeten, tapi justru sumber resmi itu yang diperalat Sambo.

Fatalnya lagi, permintaan itu meluncur dari mulut Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers. Selain bahwa hal tersebut menunjukkan sosok figur yang tidak kompeten, permintaan itu jelas melanggar UU Pers No.40/tahun 1999 terlebih melanggar Kode Etik jurnalistik (KEJ) . Bahkan hal itu berpotensi menimbulkan adanya dugaan tindak pidana.

Menanggapi fakta itu, Ketua Pengurus Daerah Ikatan Wartawan Online (PD IWO) Sumatera Utara, Teuku Yudhistira mengatakan, mengingat Dewan Pers adalah lembaga tertinggi dan benteng terakhir komunitas pers nasional, maka diminta kepada pihak yang berkompoten untuk sesegera memecat seluruh anggota Dewan Pers masa bakti 2022-2025 secara tidak hormat.

Karena apa yang mereka lakukan jelas tidak mewakili aspirasi wartawan sebagaimana diamanatkan pada jabatannya. Terlebih arahan untuk mengacu kepada sumber itu saat inii terbukti tidak faktual.

“Artinya, setiap keputusan Dewan Pers saya rasa koletif kolegial. Karena itu, apa yang dikatakan bung Yadi Hedriana, selaku Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, adalah sebagai sesuatu kesepakatan bersama”, tegas pria yang akrab disapa Yudis ini di Jakarta, Jumat (26/8/2022).

Apalagi hal itu disampaikan Yadi atas nama Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers di kantor dan Gedung Dewan Pers, Jl Kebon Sirih 32-34, Jakarta Pusat, yang merupakan “mahkamah tertinggi dan terakhir” dalam penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan terhadap pemberitaan dan sangketa dalam kehidupan pers pada umumnya.

Di samping itu, Yudis juga mengatakan, tidak cuma sebatas dipecat, untuk membuktikan adanya indikasi suap, pihak Irsus dan Timsus Polri diminta memeriksa seluruh anggota Dewan Pers agar semua isu itu bisa terjawab dan memuaskan rasa penasaran seluruh wartawan di tanah air.

“Untuk menyelidiki ada tidaknya indikasi suap sehingga saudara Yadi berani reaktif menyikapi pemberitaan Sambo pasca pertemuan tersebut, maka ada baiknya Irsus dan Timsus Polri melakukan penyelidikan diawali dengan pemeriksaan Yadi. Dia oknum yang kami nilai jelas-jelas telah merusak nama Dewan Pers”, tandasnya.

Kronologis

Seperti diketahui, dalam pemberitaan berbagai media, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana meminta media hanya mengutip keterangan resmi pihak kepolisian terkait kasus penembakan yang terjadi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo pada Jumat petang, 8 Juli 2022.

“Penjelasannya Mabes Polri itu aja yang ditulis. Kemudian tidak boleh berspekulasi lebih jauh. Artinya spekulasi lebih jauh kan banyak sekali kan itu yang terjadi,” kata Yadi Hendriana dalam konferensi pers usai bertemu dengan kuasa hukum Ferdy Sambo di Dewan Pers, Jumat (15/7/2022).

Mengutip laman Kumparan.com, Yadi meminta agar media tidak mengorek informasi lebih lanjut mengenai kasus ini dari pihak-pihak yang tidak terlibat langsung. Sehingga media tidak memuat spekulasi tanpa konfirmasi.

“Selain itu dari sumber resmi itu tidak bisa, misalkan karena (kasus) ini sifatnya itu kasus, pengamat pun sebetulnya tidak bisa mengomentari ini, mengomentari kasusnya seperti ini, seperti ini”, lanjutnya.

Berita senada  dimuat Kantor Berita Antara dan Kompas TV, serta Republika online, pada Jumat, (15/7/2022).

Pernyataan Yadi Hedriana jelas bertentangan dengan penjabaran dari UU Pers No.40 Tahun 1999 Pasal 15 Ayat (2) Huruf a: “Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain” .

Yadi Hendriana telah membatasi kemerdekaan pers dan menghalangi kewajiban utama jurnalis menerapkan prinsip independensi dalam penyajian beritanya, keberimbangan (balance) dan menampilkan info dari dua sisi atau dua pihak (cover both side) atau lebih – dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya.

Permintaan atau imbauan “hanya mengutip sumber resmi” itu justru dapat menjerumuskan wartawan melanggar kode etiknya sendiri – KEJ. Karena bertentangan dengan tugas pers untuk menyajikan informasi obyektif dari berbagai sumber yang kompeten, berdasarkan fakta dan data,  yang valid, mutakhir, jujur dan berimbang.

Dan bertentangan dengan cita cita pendirian dan keberadaan Dewan Pers sebagai “pelindung kemerdekaan pers”.

Untuk diketahui, ada ancaman pidana bagi mereka yang menghalangi tugas wartawan dalam kegiatan peliputan bahan berita di lapangan yaitu;

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)”. – UU Pers No.40 Pasal 18 Ayat (1).

Tercantum dalam Pasal 4 : (1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. (2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.  (3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Semua pasal dan ayat tersebut memperlihatkan imbauan yang bersangkutan berpotensi tindak pidana.

PERMINTAAN Yadi Hendriana di Gedung Dewan Pers pada Jumat, 15 Juli 2022, hanya berselang sehari setelah insiden intimidasi dua jurnalis saat meliput di sekitar rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Dinas Polri Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan.

Intimidasi itu diterima Jurnalis CNNIndonesia.com dan 20Detik pada Kamis, 14 Juli 2022, dimana keduanya ditemui orang tidak dikenal alias OTK yang menghapus video serta foto hasil liputan, usai menyambangi kediaman Ketua RT 05 RW 01, Irjen Pol (Purnawirawan) Seno Sukarto. Di lokasi juga terjadi penghapusan rekaman.

Hal itu menunjukkan, ada upaya sistematis dari semua lini untuk membatasi gerak pers mendapatkan informasi yang obyektif, berimbang, demi kebenaran dan kepentingan publik.

Tindakan atau ancaman dari pihak mana pun untuk mengurangi, menghapus atau menghilangkan sebagian atau seluruh informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan merupakan tindakan penyensoran, yang bertentangan dengan UU Pers No.40/Tahun 1999.

Pada hari berikutnya, di Gedung Dewan Pers, di lembaga tertinggi, benteng yang menjaga independensi dan menjaga marwah/martabat jurnalis dan penerbit media,  justru ada imbauan dan tekanan halus-dalam kata permintaan atau imbauan –  untuk hanya mengutip pada sumber resmi/ kepolisian dan fokus pada keluarga jendral yang trauma, bukan kepada keluarga ajudan / Brigadir J yang menjadi korbannya.

Meskipun Yadi Hendriana kemudian meminta maaf atas ucapannya setelah keterangannya, dengan alasan slip of the tounge (keseleo lidah), permintaan itu disampaikan setelah terjadi polemik panjang dengan argumen yang memojokkannya, disodori rekaman aslinya. Hal itu menunjukan bahwa yang bersangkutan tidak kompeten, tidak cakap, tidak teliti,  tidak menguasai job desk – khususnya tidak memahami Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Serta tidak memahami UU Pers No.40/Tahun 1999.

Bahkan patut diduga berniat dan bertindak sistematis untuk mengebiri pers di lembaga tertinggi tersebut.

Karena itu, segera pecat Yadi Hendriana dari Dewan Pers, secara khusus dari jabatannya sebagai Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Periode 2022 -2045 – dan menggantinya dengan sosok jurnalis yang mewakili aspirasi wartawan,  jurnalis yang memahami dan menegakkan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menguasai UU Pokok Pers No.40 / Tahun 1999 – serta bekerja untuk kepentingan pers.  Bukan pejabat yang bekerja untuk agenda pribadi demi keuntungan relasi, kelompok, dan korporasi yang merusak kebebasan pers serta merugikan masyarakat.

“IWO Sumut mengajak segenap masyarakat, khususnya rekan rekan seprofesi, jurnalis, komunitas pers nasional di seluruh Indonesia,  yang sama sama menginginkan tumbuhnya pers sehat, dan mengembangkan kemerdekaan pers kita semua agar bisa melaksanakan tugasnya menyajikan informasi yang benar dan berimbang, serta meningkatkan kehidupan pers nasional,  untuk ikut menandatangani petisi ini”, pungkas Yudis.

(*)

Baca Juga

deras.co.id

Jika Otak Pelaku Pembunuhan Deni Pratama Ditangkap, Citra Polisi Akan Kembali Baik

DERAS.CO.ID – Medan – Jika otak pelaku pembakaran terhadap almarhum Deni Pratama (32) hingga tewas …