DERAS.CO.ID – Jakarta – Wakil Presiden (Wapres) RI Ma’ruf Amin memberikan kuliah umum di Symposium Hall, Universitas Kyoto Jepang. Ma’ruf mengajak pemuka agama di dunia berdialog untuk mencari solusi untuk mengurangi konflik.
Acara ini dihadiri oleh Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang Komisariat Kyoto-Shiga (PPI Kyoto-Shiga), akademisi, perawat, dan kelompok nahdliyin, tokoh agama di Jepang. Ini adalah kunjungan Ma’ruf Amin yang ketiga di Jepang sebagai Wakil Presiden. Pada sambutannya, Ma’ruf membawakan kuliah umum dengan tema ‘Pengalaman Indonesia dalam Memperkuat Dialog Lintas Agama dan Islam Moderat sebagai kontribusi untuk menciptakan perdamaian dunia’.
“Saya ingin menyerukan bahwa sudah saatnya bagi para pemuka agama di dunia untuk selalu duduk bersama melakukan pencarian solusi damai, paling tidak mengurangi konflik yang bersumber pada konflik pemeluk agama,” kata Ma’ruf Amin di Universitas Kyoto, Rabu (3/7).
Ma’ruf mengatakan dialog lintas agama merupakan salah satu upaya bagi yang menginginkan perdamaian untuk sesama, tanpa mengkaitkan dengan keyakinan dan agamanya yang berbeda.
“Kita harus memperkuat komitmen dan langkah bersama dalam menyelesaikan tantangan dan krisis global yang bersifat multidimensi. Kita juga perlu mendorong paradigma baru, yakni paradigma kolaborasi yang mempromosikan prinsip perdamaian, solidaritas, dan kemitraan global,” katanya.
Ma’ruf juga meminta masyarakat memperkuat moderasi dan toleransi beragama. Hal itu agar terciptanya perdamaian dunia.
“Kita harus memperkuat upaya moderasi dan toleransi beragama demi perdamaian bangsa dan dunia. Solusi manajemen moderasi beragama merupakan instrumen penting dalam mencegah konflik, membangun konsensus, dan menjaga persatuan dan kesatuan suatu bangsa dan tatanan dunia yang damai,” ujarnya.
Ma’ruf mengatakan perguruan tinggi berperan dalam menyebarkan pemahaman dan kesadaran perlunya dialog lintas agama agar dapat disebarkan kepada masyarakat secara umum di dunia internasional, karena lingkungan perguruan tinggi telah memiliki budaya dialog dalam kehidupan kesehariannya.
Selain itu, Wapres menyebut dialog lintas agama dan lintas budaya harus memberikan perhatian kepada masalah-masalah yang menjadi kepentingan peradaban manusia.
Misalnya, dialog lintas agama dan lintas budaya yang memberi perhatian terhadap isu yang mempromosikan hidup berdampingan lintas pemeluk agama, menghormati kebebasan beragama bagi setiap individu, membangun etika sosial dan global dalam menangani potensi konflik lintas agama, menyebarkan budaya moderat dalam upaya menyelesaikan fenomena ekstremisme dan tindak kekerasan atas nama agama, meningkatkan harkat martabat manusia.
Di samping itu, Ma’ruf menilai dialog juga harus berkontribusi bagi penanggulangan kemiskinan dan ketertinggalan dalam pendidikan, serta pencegahan kerusakan lingkungan hidup dan masalah-masalah lainnya. Misalnya, upaya yang dilakukan oleh tokoh agama dan intelektual ini adalah dialog antar-agama.
“Dalam konteks ini, saya mengutip pendapat filsuf Jerman, Hans Küng, yang mengatakan bahwa ‘tidak ada perdamaian antara bangsa-bangsa tanpa perdamaian antar-pemeluk agama. Tidak ada perdamaian antar-agama tanpa dialog lintas agama. Tidak ada dialog lintas agama tanpa investigasi terhadap fondasi agama-agama’,” kata Ma’ruf.
Ia menjelaskan, saat ini pilihan pelaksanaan dialog lintas agama saat ini dinilai tepat dan urgen dibandingkan dengan pada masa lalu. Menurutnya, berdialog merupakan sarana ideal untuk membangun jembatan komunikasi antar-pemeluk agama dan internal agama.
Dalam sambutannya, Ma’ruf mengatakan saat ini situasi dunia masih dihadapkan pada tantangan yang kompleks, baik terkait dengan persoalan keamanan (security) maupun kesejahteraan (prosperity). Ma’ruf menyoroti menguatnya rivalitas antara negara adidaya dan dan antarbangsa, yang dapat memunculkan benih-benih konflik.
Selain itu, konflik global seperti di Ukraina menjadi ancaman serius bagi dunia, misalnya seperti yang terjadi di Ukraina yang kini berimbas kepada munculnya krisis pangan dan krisis ekonomi di banyak negara. Bahkan kini masih terjadi konflik dan perang di sejumlah negara Muslim, seperti Palestina, Suriah, Afghanistan, Yaman, dan Libya, di samping adanya ancaman ekstremisme keagamaan yang terjadi pada semua agama serta munculnya ketegangan dan konflik antar-umat beragama di sejumlah wilayah tertentu.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut, baik oleh badan-badan di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), pemerintah di sejumlah negara ataupun kelompok-kelompok civil society, termasuk para tokoh agama dan para intelektual di dunia.
Sumber: hariansib.com