DERAS.CO.ID – Jakarta – Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) merilis aturan selama bulan suci Ramadan. Salah satu aturan itu yakni restoran diperkenankan buka sepanjang hari.
Aturan itu pada dasarnya berlaku bagi seluruh restoran. Kendati demikian, sebagian besar restoran memilih menutup jam operasional pada siang hari dan buka setelah waktu magrib.
Sehingga, hanya beberapa rumah makan dan kafe yang tetap buka pada siang hari seperti dikutip dari situs resmi pemerintah UEA.
“Beberapa restoran dan kafe buka pada siang hari dan orang bebas memesan makanan untuk diantar atau dibawa pergi atau untuk makan di tempat,” demikian bunyi aturan tersebut.
“Pemesanan meja untuk makan malam dianjurkan di bulan Ramadan. Restoran akan sibuk pada malam hari.”
Selain restoran yang boleh tetap buka, pemerintah UEA juga mengatur jam kerja bagi para karyawan.
Selama Ramadan, karyawan di segala sektor diperbolehkan pulang lebih cepat, yakni dua jam dari waktu biasa.
Bahkan, non-muslim juga turut mendapat keistimewaan itu.
“Jam kerja dikurangi selama dua jam selama Ramadan. Bahkan non-Muslim pun berhak mendapat pengurangan jam kerja selama Ramadan tanpa pemotongan gaji,” bunyi salah satu poin tersebut.
Meski turut mendapat sejumlah keistimewaan yang sama dengan Muslim, warga non-Muslim juga diberikan aturan cukup ketat sepanjang Ramadan.
Non-muslim dilarang makan, minum, dan merokok di tempat umum selama jam puasa berlangsung. Aturan itu termasuk mengunyah permen karet.
Selain itu, non-muslim juga tak boleh berlaku agresif, menari atau memutar musik di depan umum, dan mengenakan pakaian yang tidak sopan di depan publik.
“Bersumpah yang berkaitan dengan penistaan dianggap sangat ofensif selama Ramadan. [Tidak boleh pula] menolak hadiah atau undangan untuk ikut buka puasa,” demikian tertera dalam aturan pemerintah UEA.
Tak cuma itu, selama bulan suci, pemerintah UEA juga melarang adanya pengemis. Menurut negara itu, mengemis adalah tindakan ilegal.
Oleh sebab itu, para pengemis bakal didenda hingga dideportasi sesuai putusan pengadilan masing-masing wilayah.
“Mengemis adalah ilegal dan pengemis dikenakan denda dan/atau deportasi yang diputuskan oleh pengadilan masing-masing,” bunyi aturan itu.
Izinkan
Arab Saudi juga kini mengizinkan seniman membuat patung setelah selama ini melarang keras kegiatan seni pahat memahat tersebut. Para seniman di Saudi sekarang berani unjuk gigi memamerkan patung-patung karya mereka seiring dengan larangan yang dilonggarkan oleh pemerintah. Saudi memang mengubah sejumlah kebijakan hingga menjadi semakin moderat di bawah Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS) sebagai pemimpin de facto negara kerajaan Islam tersebut.
Salah satu seniman, Awatif Al Keneibit, mengaku tidak menyangka bisa memajang patung-patungnya di satu galeri bergengsi di Riyadh. “Siapa yang bisa membayangkan bahwa suatu hari, pameran ini, yang dulunya berada di ruang bawah tanah, kini bisa dipajang di Olaya (pusat kota Riyadh)?” kata Keneibit, seperti dilansir CNN, Selasa (14/3).
“Orang-orang sering berkata kepada saya bahwa tak mungkin memajang patung karena itu dilarang dalam Islam. Namun sekarang patung-patung saya berada di pusat kota Riyadh.”
Dalam pameran itu, Keneibit memajang sejumlah patung wajah, di antaranya wajah yang mengenakan kaca mata hingga figur-figur wanita Arab Saudi. Seluruh karyanya pun dipajang di atas batu bata merah dan diwarnai. Sejak beberapa dekade lalu, Saudi memang sangat ketat dengan hukum Islam. Hal itu lantaran Saudi menganut ajaran Islam Sunni dan terpapar doktrin Wahhabi tradisional kerajaan.
Dalam ajaran Islam, pembuatan maupun memajang patung memang dilarang karena tidak boleh menciptakan sesuatu yang menyerupai manusia. Seni pahat atau seni patung juga memang dilarang pada masa Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi akibat dijadikan sarana ibadah kepada selain Allah.
Beberapa pandangan juga menyebut, pembuatan patung dilarang karena berkaitan dengan dewa-dewa yang disembah orang Arab zaman dahulu. Karena itulah, patung manusia tidak pernah kelihatan di ruang publik di Semenanjung Arab, terutama sejak Nabi Muhammad disebut menghancurkan berhala di dalam dan sekitar Ka’bah di Mekah pada 630 M.
Namun, sejak MbS menjadi pemimpin de facto, Saudi mulai melangkah ke arah moderat. Pengaruh Wahhabisme di masyarakat dikekang, termasuk polisi moral. Perempuan juga kini tidak lagi banyak dibatasi.
Menurut Keneibit, langkah MbS ini merupakan suatu terobosan menuju arah yang lebih baik. Dia pun berharap di masa mendatang Saudi akan jauh lebih adil bagi seluruh kalangan warganya. “Bagi saya, itu adalah dua guncangan. Satu yaitu sebelum dan satu lagi sesudah. Kami adalah generasi yang telah melalui banyak perubahan. Dari larangan total menjadi pembukaan total,” ucapnya. “Insya Allah, kita akan mendapatkan kesetaraan,” ujarnya seperti dikutip Al Arabiya.
Sumber: hariansib.com