DERAS.CO.ID – Paris – Pihak berwenang Prancis telah menahan 310 orang setelah kerusuhan pecah pada demonstrasi spontan ribuan orang menentang rancangan undang-undang reformasi pensiun yang diloloskan pemerintahan Presiden Emmanuel Macron. Mobil-mobil dibakar dan polisi menembakkan gas air mata dalam selama protes yang berlangsung pada Kamis, (16/3) malam.
“Oposisi itu sah, protes itu sah tapi tidak menyebabkan kekacauan,” kata Menteri Dalam Negeri Gerard Darmain kepada radio RTL.
Diwartakan Reuters, kerusuhan itu mengingatkan pada protes Rompi Kuning yang meletus pada akhir 2018 karena harga bahan bakar yang tinggi dan memaksa Macron untuk membatalkan sebagian pajak karbon.
Undang-undang reformasi pensiun Macron ini menaikkan usia pensiun Prancis dua tahun menjadi 64 tahun, yang menurut pemerintah sangat penting untuk memastikan sistem tidak bangkrut.
Di parlemen, anggota parlemen oposisi berjanji untuk mengajukan mosi tidak percaya terhadap pemerintah dan meminta Perdana Menteri Elisabeth Borne untuk mengundurkan diri. Namun, kecil kemungkinan oposisi yang terpecah dapat bersatu untuk menjatuhkan pemerintah.
Pemungutan suara di parlemen kemungkinan akan berlangsung selama akhir pekan atau Senin, (20/3).
Serikat pekerja telah menyerukan hari pemogokan dan demonstrasi nasional yang baru pada Kamis, 23 Maret.
Hadapi Tantangan Terberat
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Jumat menghadapi tantangan terbesar dalam pemerintahannya sejak gelombang protes Rompi Kuning, menyusul kerusuhan yang terjadi, Kamis malam.
Di Paris dan sejumlah kota lain, mobil-mobil dibakar dalam aksi yang diikuti beberapa ribu orang.
Serikat-serikat buruh mendesak pekerja agar bertindak dan mereka sempat memblokir jalan lingkar Paris pada Jumat (17/3).
Perombakan pensiun menaikkan batas usia pensiun dari 62 ke 64 tahun yang ditentang oleh serikat-serikat pekerja dan kebanyakan warga Prancis. Pemerintah berdalih perombakan itu sangat penting untuk memastikan sistem pensiun tidak bangkrut.
Jajak pendapat oleh Toluna Harris Interactive menunjukkan lebih dari 80 persen suara tidak senang dengan keputusan itu dan 65 persen ingin agar pemogokan dan unjuk rasa terus berlangsung.
Melakukan perombakan tanpa pemungutan suara “adalah pengingkaran demokrasi… pengingkaran total terhadap apa yang telah terjadi di jalanan selama beberapa pekan”, kata psikolog Nathalie Alquier (52) di Paris.
Sebuah aliansi serikat pekerja utama Prancis menyatakan, akan melanjutkan mobilisasi untuk memaksakan perubahan. Aksi-aksi protes meletus di berbagai kota, termasuk Toulon pada Jumat, dan akan semakin banyak lagi akhir pekan ini. Unjuk rasa secara nasional dijadwalkan berlangsung pada Kamis.
Pengunjuk rasa menggelar protes selama delapan hari sejak pertengahan Januari dan sejauh ini sebagian besar berlangsung damai.
Para pemimpin partai konservatif Les Republicains (LR) mengesampingkan aliansi semacam itu. Para anggota parlemen dari LR secara pribadi mengatakan, mereka berbeda sikap, padahal mosi tidak percaya memerlukan semua suara anggota parlemen oposisi lain dan setengah jumlah suara LR.
Bertrand Pancher, anggota parlemen kubu tengah yang akan mengajukan mosi tidak percaya itu, mendesak para anggota parlemen LR agar menandatanganinya.
“Jangan gentar,” kata dia kepada LCI TV.
Pemungutan suara dalam parlemen kemungkinan dilakukan akhir pekan ini atau Senin.
Macron ingin mengatasi persoalan itu dengan cepat. Para pejabat pemerintah sudah menyiapkan perubahan yang lebih berpihak kepada masyarakat.
Dia juga bisa memecat Perdana Menteri Elisabeth Borne yang berada di garis depan dalam perdebatan tentang reformasi pensiun.
Namun, salah satu atau kedua langkah itu kemungkinan tidak akan banyak membantu meredam kemarahan di jalanan.
Di tengah kerusuhan Kamis malam, seseorang membuat tulisan di bagian depan sebuah toko: “Ayo kita hancurkan yang menghancurkan kita.”
Sumber: hariansib.com