Deras.co.id – Sebagian umat Islam pasti sudah mengetahui bahwa sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sangatlah istimewa. Inilah malam-malam yang dihabiskan oleh Nabi Muhammad SAW untuk beribadah. Di antara malam-malam ini adalah Lailatul Qadar – malam yang lebih diberkahi dari seribu bulan.
Beliau akan mengerahkan dirinya dalam ibadah selama sepuluh malam ini lebih banyak daripada malam-malam lainnya dalam setahun. Selain fokus beribadah, Rasulullah SAW pada 10 malam terakhir ini juga melakukan berbagai perbuatan baik.
Hal itu dijelaskan dalam dua Hadits yang diriwayatkan Aisyah, istri Rasulullah SAW.
“Selama sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, Nabi akan mengencangkan ikat pinggangnya dan menghabiskan malam itu dengan beribadah. Beliau juga membangunkan keluarganya.” (HR. Al Bukhari)
“Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah membaca seluruh Al-Quran dalam satu malam, atau menghabiskan sepanjang malam dalam shalat hingga pagi, atau menghabiskan satu bulan penuh dalam puasa – kecuali di bulan Ramadhan.” (Ibnu Majah)
Namun, ibadah juga bukan satu-satunya yang Rasulullah SAW lakukan pada 10 malam terakhir. Rasulullah juga menghabiskan waktu untuk makan malam, makan sahur, dan kegiatan serupa lainnya.
Kami telah rangkumkan 5 hal yang Rasulullah SAW lakukan di 10 malam terakhir Ramadhan.
1. Membangunkan Keluarga
Selama sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, Nabi Muhammad akan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah di malam hari…
Menurut hadits yang diriwayatkan Aisyah di atas, kita mengetahui bahwa bahwa Nabi Muhammad biasa membangunkan keluarganya selama sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Memang, beliau biasa membangunkan istri-istrinya untuk shalat sepanjang tahun, tetapi itu agar mereka dapat shalat pada sebagian kecil malam.
Kita mengetahui hal ini, karena Ummu Salamah, istri Nabi, menceritakan bahwa Nabi membangunkannya pada suatu malam dan berkata:
“Maha Suci Allah. Apa yang telah diturunkan berupa cobaan pada malam ini? Apa yang telah diturunkan berupa harta, sehingga para penghuni kamar tidur terbangun? Ya Tuhan! Berpakaianlah kalian di dunia dengan telanjang di akhirat.” (HR. Al Bukhari)
2. Mengerahkan Seluruh Kemampuan dalam Beribadah
Dalam hadits lain yang diriwayatkan Aisyah, Rasulullah SAW mengerahkan semua kemampuannya untuk beribadah di 10 malam terakhir Ramadhan.
“Nabi mengerahkan dirinya dalam beribadah selama sepuluh malam terakhir lebih banyak daripada waktu-waktu lainnya sepanjang tahun.” (Muslim)
Imam Al-Syafi’i pun menyatakan “Adalah sunnah bagi seseorang untuk mengerahkan upaya yang lebih besar dalam beribadah selama sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.”
Ketika Aisyah mengatakan kepada kita bahwa Nabi Muhammad akan “mengencangkan ikat pinggangnya”, dia berbicara secara kiasan. Ungkapan tersebut berarti untuk mengabdikan diri sepenuhnya dan sepenuh hati pada tugas yang ada.
3. Mencari Lailatul Qadar
Salah satu keistimewaan terbesar dari sepuluh malam ini adalah salah satunya adalah Lailatul Qadar.
Ini adalah malam teragung dalam setahun – lebih baik dari seribu bulan. Ini berarti bahwa seorang Muslim dapat memperoleh lebih banyak pahala pada malam Lailatul Qadar daripada jika – di luar malam istimewa ini – ia beribadah kepada Tuhannya selama delapan puluh empat tahun berturut-turut. Ini adalah salah satu nikmat besar yang Allah berikan kepada umat Islam.
Imam Ibrahim Al-Nakha’i berkata:
“Amalan yang dilakukan pada malam ini lebih baik daripada amalan yang dilakukan secara konsisten selama seribu bulan.”
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi bersabda:
“Barangsiapa yang menghabiskan Lailatul Qadar dengan berdoa, beriman kepada Allah (SWT) dan mengharapkan pahala-Nya, maka akan diampuni semua dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Beriman kepada Allah”, dalam hadits ini, tidak hanya berarti percaya kepada Allah SWT, tetapi juga percaya kepada pahala yang dijanjikan kepada kita karena melaksanakan shalat pada malam ini.
Lailatul Qadar jatuh pada salah satu malam ganjil.
Aisyah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad bersabda:
“Carilah Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil selama sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kemungkinan besar ini adalah salah satu dari tujuh malam ganjil terakhir. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad bersabda:
“Carilah di sepuluh malam terakhir. Jika salah satu dari kalian merasa lemah atau tidak mampu melakukannya, maka setidaknya dia harus mencoba pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim).
Kandidat yang paling mungkin untuk Lailatul Qadar adalah malam ke-27 Ramadhan. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan Ubay bin Ka`ab:
“Aku bersumpah demi Allah bahwa aku tahu malam apa itu. Itu adalah malam di mana Rasulullah saw. memerintahkan kita untuk beribadah. Itu adalah malam pada malam tanggal 27 Ramadhan. Tandanya adalah matahari akan terbit pada pagi hari itu dalam keadaan putih tanpa memancarkan sinarnya.” (H.R. Muslim).
Seorang Muslim perlu berusaha mencari malam yang istimewa ini dengan menghabiskan sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dengan melakukan berbagai ibadah. Termasuk di antaranya adalah berdzikir, membaca Al-Quran, dan memohon ampunan Allah.
Ketika Nabi bersabda: “Carilah pada sepuluh malam terakhir”, beliau tidak bermaksud bahwa kita harus secara harfiah “mencari” tanda-tanda dan indikasi yang membedakan Lailatul Qadar dengan malam-malam lainnya. Hal-hal yang membedakan malam ini dengan malam-malam lainnya adalah bagian dari yang gaib.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Quran) pada suatu malam yang diberkahi. Sesungguhnya Kami hendak memberi peringatan pada malam itu, dan pada malam itu dijelaskan segala sesuatu yang ghaib.” (Ad-Dukhan: 3-4)
Allah berfirman dalam Al-Quran:
“Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turunlah para malaikat dan Ruh dengan seizin Tuhannya dengan membawa berbagai macam ketetapan. (Malam itu) adalah malam yang penuh ketenangan sampai terbit fajar.” (Al-Qadr: 3-5)
Ini adalah cara-cara yang membuat Lailatul Qadar menjadi istimewa. Semua itu bukanlah sesuatu yang dapat kita lihat dengan mata kepala. Tidak ada seorang pun setelah Nabi yang dapat melihat para malaikat.
4. I’tikaf
Melakukan I’tikaf di masjid adalah hal terbaik yang dapat kita lakukan selama sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Aisyah memberitahu kita:
Nabi biasa berdiam diri di masjid selama sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat. Istri-istrinya terus melakukan kebiasaan ini setelah beliau wafat. (HR. Bukhari dan Muslim)
Praktik i’tikaf adalah tindakan yang sangat dianjurkan. I’tikaf didefinisikan sebagai berdiam diri di dalam masjid dengan tujuan untuk beribadah.
Tujuan dari i’tikaf adalah untuk mencurahkan hati seseorang secara eksklusif kepada Allah. Dan orang yang melakukan i’tikaf menjaga niat ini dalam pikirannya dan mencari berkah Allah. Dia tidak boleh melupakan alasan mengapa dia melakukan i’tikaf ini.
Orang yang melakukan i’tikaf tidak boleh keluar dari masjid kecuali untuk hal-hal yang sangat penting (seperti ke kamar mandi).
Selama berada di masjid, ia harus menyibukkan diri dengan mengingat Allah. Dia harus memastikan untuk melakukan zikir pagi dan petang dan zikir yang disyariatkan untuk shalat lima waktu. Dia harus melakukan semua salat sunnah. Dia harus membaca Al-Quran sebanyak yang dia bisa.
Dia harus menghabiskan lebih sedikit waktu untuk makan dan tidur sesedikit mungkin. Dia harus menghindari pembicaraan yang tidak perlu. Namun, ia harus terlibat dalam menasihati sesama Muslim dan memerintahkan mereka kepada kebenaran dan kesabaran.
5. Menjadi Dermawan
Dianjurkan bagi kita untuk menjadi lebih dermawan selama sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, tanpa menjadi boros atau pamer dalam memberi. Ibnu `Abbas meriwayatkan hal itu:
“Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan di antara semua orang dalam melakukan kebaikan, dan beliau paling dermawan selama bulan Ramadhan. Jibril biasa bertemu dengan beliau setiap tahun selama bulan Ramadhan, sehingga Nabi dapat membacakan Al-Quran kepadanya. Setiap kali Jibril bertemu dengan beliau, ia menjadi lebih dermawan daripada angin yang bermanfaat.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Imam Nawawi menyatakan:
“Kedermawanan dan tangan terbuka sangat dianjurkan di bulan Ramadan, terutama selama sepuluh malam terakhir. Dengan demikian, kita meniru teladan Rasulullah saw. dan juga para pendahulu kita yang saleh.
Bulan ini adalah bulan yang mulia, dan perbuatan baik yang dilakukan di bulan ini lebih diberkahi daripada di bulan-bulan lainnya.
Selain itu, pada bulan ini, orang-orang disibukkan dengan puasa dan ibadah, dan hal ini melalaikan mereka dari mata pencaharian mereka, sehingga mereka mungkin membutuhkan bantuan selama waktu ini.” [hidayatullah]
*