Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengharamkan penggunaan hasil investasi setoran awal biaya perjalanan ibadah haji (BIPIH) calon jemaah untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain. Fatwa ini tertuang dalam Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VIII Nomor 09/Ijtima’Ulama/VIII/2024.
“Hukum memanfaatkan hasil investasi setoran awal BIPIH calon jamaah haji untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain adalah haram,” bunyi poin pertama fatwa tersebut yang diterbitkan Jumat (26/7/2024).
Pengelola keuangan haji yang menggunakan hasil investasi dari setoran awal BIPIH calon jemaah haji untuk membiayai ibadah haji jamaah lain dinyatakan berdosa, sebagaimana tercantum dalam poin kedua fatwa.
Dasar hukum fatwa ini merujuk pada surah Al Baqarah ayat 188 dan 196, surah An Nisa ayat 58, dan surah Al Maidah ayat 1. Hadits yang dijadikan acuan meliputi hadits tentang larangan menggunakan harta orang lain tanpa izin, perintah menunaikan amanah, akad wakalah SAW, dan keutamaan bekerja sama antar sesama muslim.
MUI menilai bahwa pemanfaatan hasil investasi untuk membiayai jemaah lain dapat mengurangi hak calon jemaah yang menyetorkan dana awal. Dalam jangka panjang, praktik ini dianggap dapat menimbulkan masalah serius.
“Dalam praktiknya, tidak seluruh nilai manfaat hasil investasi dana setoran haji yang dimiliki calon jemaah haji tersebut dikembalikan kepada pemiliknya dengan memasukkan ke dalam rekening virtual milik masing-masing calon jemaah haji. Ada sejumlah nilai manfaat yang digunakan untuk kebutuhan lainnya,” jelas MUI dalam paparan masalahnya.
“Dampaknya, ada calon jemaah haji yang haknya terkurangi, dan ada jemaah haji yang tidak menggunakan hak jamaah haji lainnya. Dalam jangka panjang, jika tidak dibenahi ini akan menimbulkan masalah yang serius dalam hal likuiditas,” lanjutnya.
Saat ini, pengelolaan dana haji dijalankan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). MUI meminta BPKH untuk memperbaiki tata kelola keuangan haji mengacu pada keputusan Ijtima’ 2024 ini. [arrahmah]
*